Konten [Tampil]
Sejarah Terusan Suez
Terusan Suez yang dibangun atas prakarsa insinyur yang berasal dari Negara Prancis dan bernama Ferdinand Vicomte de Lesseps, dengan hasil karya tersebut membuat transportasi air dari Eropa ke Asia tanpa mengelilingi Afrika.
Terusan Suez dibuka pada 17 November 1869 untuk menghubungkan Laut Tengah
dengan Laut Merah mengantarkan Mesir.
Dan Terusan Suez merupakan Jalur yang menjadi perlintasan vital lalu lintas
laut internasional.
Ini sekaligus membuat Terusan Suez memiliki daya tawar politik dan
mempunyai nilai ekonomi yang tinggi di mata dunia internasional.
Bendera Negara Mesir
Dan Nilai strategis yang di miliki oleh Negara Mesir secara geopolitik
dan ekonomi serta-merta menjulang tinggi dengan memiliki Terusan Suez yang
dimana pada tanggal 17 November 2022 nanti, genap berusia 153 tahun.
Ada dua kepentingan strategis Barat dan Amerika Serikat di Timur Tengah yang
berpotensi memicu perang, yaitu Israel dan minyak. Namun, sesungguhnya harus
ditambah satu lagi, yaitu keamanan jalur pasok minyak dari kawasan Teluk
Persia ke Eropa dan AS, yang praktis melalui Terusan Suez.
Selama ini, hampir 40 persen suplai minyak ke Eropa dan AS lewat dari Teluk
yang diangkut tanker melalui Selat Hormuz dan Bab al-Mandeb.
Selat Hormuz
Sisanya, 60 persen, melalui jaringan jalur pipa dari Arab Saudi Timur ke
Pelabuhan Yanbu di Laut Merah, yang kemudian diangkut tanker menuju AS dan
Eropa.
Baik pasokan minyak yang menggunakan jalur Selat Hormuz maupun Pelabuhan
Yanbu, keduanya bermuara di Terusan Suez. Oleh karena itu, Terusan Suez
memiliki nilai strategis sebagaimana Selat Hormuz dan Bab al-Mandeb.
Bab al-Mandeb
Ketiga hal itu sejatinya adalah satu kesatuan gugusan jalur laut. Jika salah
satunya terganggu, yang lain ikut terganggu atau lumpuh.
Karena itu, Mesir sangat berkepentingan pada keamanan Terusan Suez karena
kanal itu menjadi jalur pasok minyak ataupun komoditas lainnya dari Teluk
Persia atau negara Asia menuju Eropa atau AS.
Semua Presiden Mesir sejak era Gamal Abdel Nasser hingga Abdel Fatah el-Sisi
selalu menggemakan slogan, keamanan Teluk Persia adalah keamanan Mesir.
Slogan itu memberi pesan bahwa keamanan Teluk Persia–notabene adalah keamanan
suplai minyaknya–sangat terkait dengan Terusan Suez yang menjadi salah satu
nadi pasokan menuju Barat.
Itulah yang mendorong Mesir terlibat dalam Perang Teluk tahun 1991 demi
mengusir Irak dari Kuwait. Dengan menduduki Kuwait, Mesir beranggapan Irak
mengancam keamanan Mesir dan akan mengganggu suplai minyak serta melumpuhkan
Terusan Suez.
Dalam perspektif lain, demi Terusan Suez, Mesir harus menjalin hubungan baik
dengan semua negara di lingkar Laut Merah, seperti Arab Saudi, Sudan, dan
Yaman, agar Laut Merah dan Bab al-Mandeb aman, yang pada akhirnya mengamankan
Terusan Suez. Pengamat politik Mesir, Salah Jumah, mengatakan, Mesir secara
permanen menempatkan dua fregat dan satu kapal selam di Bab al-Mandeb untuk
mengamankan Terusan Suez.
Menurut Jumah, Mesir siap berperang dengan siapa pun yang mencoba mengganggu
jalur Laut Merah karena, jika jalur laut Merah terganggu, Terusan Suez akan
lumpuh.
Demikian pula, demi keamanan Suez, Jumah mengatakan, Mesir pun kini bermain
mata dengan al-Houthi di Yaman agar milisi itu tidak mengganggu Bab al-Mandeb.
Foto Terusan Suez
Terusan Suez bagaikan "Tambang emas"
Pendek kata, bagi Mesir, Terusan Suez–memiliki panjang sekitar 193 kilometer
dari selatan ke utara dan lebar 280-345 meter dengan kedalaman 22 meter–tak
ubahnya ayam bertelur emas. Dalam laporan fiskal 2017-2018, Terusan Suez
meraup pendapatan 5.585 miliar dollar AS.
Terusan Suez masuk dalam empat besar sumber devisa Mesir, selain pariwisata,
minyak, dan transfer gaji warga Mesir (pekerja di luar negeri).
Demi menggenjot devisa dari Terusan Suez, Presiden Abdel Fatah el-Sisi pun
meresmikan jalur baru sepanjang 72 kilometer di kanal itu pada 6 Agustus
2015.
Dengan penambahan itu, jumlah kapan yang melintas pun naik dari hanya 49 kapal
sehari saat ini menjadi 97 kapal sehari pada 2023. Peningkatan jumlah kapal
yang melintas diproyeksikan akan menambah pendapatan devisa dari 5 miliar
dollar AS menjadi 13,2 miliar dollar AS.
Ferdinand de Lesseps, mewujudkan impian rakyat Mesir
Adalah seorang diplomat dan sekaligus arsitek Perancis, Ferdinand de Lesseps,
yang mewujudkan impian manis rakyat Mesir sejak era Mesir kuno, yaitu memiliki
terusan yang menghubungkan Laut Merah dan Laut Tengah.
Ferdinand de Lesseps tiba di Mesir pada 1854 dan berhasil meyakinkan penguasa
Mesir saat itu, Said Pasha, untuk mengizinkan memulai penggalian terusan
penghubung Laut Tengah dengan Laut Merah.
Pembangunan Terusan Suez berlangsung 10 tahun dari 1859 hingga 1869 dengan
melibatkan satu juta pekerja. Sebanyak 120.000 di antaranya tewas karena
beragam peristiwa dalam masa pembangunan. Mimpi rakyat Mesir untuk memiliki
terusan dimulai sejak era Raja Khakaure Senusret III (1878-1860 BC) dari
Dinasti Mesir Kuno ke-12.
Raja Khakaure Senusret III
Dalam catatan sejarah, Raja Senusret III disebut memerintahkan rakyatnya
membangun parit dari Sungai Nil di sekitar Luxor (ibu kota Mesir Kuno) menuju
Laut Merah untuk menghubungkannya dengan Laut Tengah.
Mimpi itu terus berlanjut hingga era Islam pada masa Khalifah Harun al-Rasyid
dari Dinasti Abbasiyah (786-809 M). Setelah terhenti sekian ratus tahun, ide
baru muncul kembali ketika misi Perancis yang dipimpin Napoleon Bonaparte tiba
di Mesir pada 1798.
Namun, realisasi pembangunan Terusan Suez baru terwujud di tangan Ferdinand de
Lesseps. Sejak dibuka pada 1869, Terusan Suez berada di bawah kontrol Perancis
dan Inggris hingga Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser menasionalisasi Terusan
Suez pada 26 Juli 1956.
Langkah itu memicu perang antara Mesir melalwan trio negara yakni Inggris,
Perancis, dan Israel. Pasca perang Arab-Israel pada 1967, Terusan Suez ditutup
selama 8 tahun. Terusan Suez dibuka kembali pada 1975 oleh Presiden Mesir
Anwar Sadat.
Anwar Sadat (Presiden Ketiga Mesir)